“Jika sempurna tauhid seorang hamba dan keikhlasannya kepada Allah dalam tauhidnya serta ia memenuhi seluruh persyaratan tauhid dengan hatinya dan lisannya serta anggota tubuhnya, atau hanya dengan hatinya dan lisannya tatkala akan meninggal maka hal itu akan mendatangkan pengampunan terhadap seluruh dosa yang telah lalu dan akan mencegahnya sehingga sama sekali tidak masuk neraka”
(Jaami’ul Uluum wal Hikam hal 398; kutip dr ust firanda)
Berkata Syaikhul Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah
“Tidaklah semua hasanah (kebaikan) akan menghapuskan SELURUH sayyiah (keburukan), akan tetapi terkadang menghapuskan dosa-dosa kecil dan terkadang menghapuskan dosa-dosa besar ditinjau dari keseimbangannya (yaitu apakah hasanah tersebut nilainya besar seimbang dengan nilai dosa tersebut?-pen). Satu jenis amalan terkadang dikerjakan oleh seseorang dengan model yang sempurna keikhlasannya dan peribadatannya kepada Allah maka dengan sebab tersebut Allah mengampuni dosa-dosa besarnya.
(Minhaajus Sunnah An-Nabawiyyah 6/219; kutip dari ust firanda)
Berkata Imam Ibnul Qayyim rahimahullaah:
“Amal-amal yang menghapus dosa ini terbagi menjadi tiga tingkatan:
- Yang pertama tidak mampu menghapus dosa-dosa kecil karena lemahnya amal tersebut dan lemahnya keikhlasan pelakunya serta tidak maksimal menjalankan hak-hak amal tersebut. Amal semacam ini semisal obat yang lemah sehingga tidak mampu melawan penyakit dari segi kualitas maupun kuantitas penyakit.
- Yang kedua, amal-amal yang mampu melawan dosa kecil namun belum bisa menghapus satupun dosa besar.
- Sedangkan yang ketiga adalah amal-amal yang punya kekuatan untuk menghapus dosa-dosa kecil dan masih punya sisa kekuatan untuk menghapus sebagian dosa besar.
Renungkan baik-baik tiga tingkatan amal ini karena merenungkannya bisa menghapus berbagai ketidakjelasan.”
(Al Jawab asy Syafi’i, karya Ibnul Qayyim 1/87; kutip dari muslim.or.id)
Diampunkannya dosa seorang pezina karena keikhlashan amalnya
Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
بَيْنَمَا كَلْبٌ يُطِيفُ بِرَكِيَّةٍ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ إِذْ رَأَتْهُ بَغِيٌّ مِنْ بَغَايَا بَنِي إِسْرَائِيلَ
“Tatkala ada seekor anjing yang hampir mati karena kehausan berputar-putar mengelilingi sebuah sumur yang berisi air, tiba-tiba anjing tersebut dilihat oleh seorang wanita pezina dari kaum bani Israil…
فَنَزَعَتْ مُوقَهَا فَسَقَتْهُ فَغُفِرَ لَهَا بِهِ
maka wanita tersebut melepaskan khufnya (sepatunya untuk turun ke sumur dan mengisi air ke sepatu tersebut-pen) lalu memberi minum kepada si anjing tersebut. Maka Allah pun mengampuni wanita tersebut karena amalannya itu”
(HR Al-Bukhari no 3467 dan Muslim no 2245; copas dari ustadz firanda)
Ibnul Qoyyim berkata,
“Apa yang ada di hati wanita pezina yang melihat seekor anjing yang sangat kehausan hingga menjilat-jilat tanah. Meskipun tidak ada alat, tidak ada penolong, dan tidak ada orang yang bisa ia nampakkan amalannya, namun tegak di hatinya (tauhid dan keikhlasan-pen) yang mendorongnya untuk turun ke sumur dan mengisi air di sepatunya, dengan tanpa mempedulikan bisa jadi ia celaka, lalu membawa air yang penuh dalam sepatu tersebut dengan mulutnya agar memungkinkan dirinya untuk memanjat sumur. Salain itu, tawadhu’ wanita pezina ini terhadap makhluk yang biasanya dipukul oleh manusia. Lalu iapun memegang sepatu tersebut dengan tangannya lalu menyodorkannya ke mulut anjing tanpa ada rasa mengharap sedikitpun dari anjing adanya balas jasa atau rasa terima kasih. Maka sinar tauhid yang ada di hatinya tersebut pun membakar dosa-dosa zina yang pernah dilakukannya, maka Allah pun mengampuninya”
(Madaarijus Saalikiin 1/280-281; copas dari ustadz firanda)
Diampunkannya dosa seseorang, dan bahkan DIMASUKKAN KEDALAM SURGA, karena ke-ikhlash-an amalannya
Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam:
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِى بِطَرِيقٍ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَوَجَدَ بِئْرًا فَنَزَلَ فِيهَا فَشَرِبَ
“Tatakala seseorang sedang menyusuri sebuah jalan dalam keadaan haus yang sangat amat, maka iapun mendapati sebuah sumur. Iapun turun ke dalam sumur tersebut lalu minum, lalu keluar dari sumur tersebut.
ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ الْعَطَشِ فَقَالَ الرَّجُلُ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنَ الْعَطَشِ مِثْلُ الَّذِى كَانَ بَلَغَ مِنِّى
Tiba-tiba ia melihat seekor anjing sedang menjilat-jilat tanah karena kehausan. Maka iapun berkata : ‘Anjing yang sangat kehuasan sebagaimana haus yang aku rasakan.’
فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلأَ خُفَّهُ مَاءً ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ حَتَّى رَقِىَ فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ
Maka iapun turun ke dalam sumur lalu mengisi sepatunya dengan air kemudian ia memegang sepatu dengan mulutnya hingga akhirnya ia memanjat dinding sumur lalu iapun memberi minum anjing tersebut. Maka Allahpun membalas jasanya dan mengampuni dosa-dosanya”
(Muslim no 2244; copas dari ust firanda)
Dalam lafazh yang lain:
فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَأَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ
“Maka Allahpun membalas jasanya lalu memasukannya ke dalam surga”
(HR Al-Bukhari no 173)
Diampunkannya dosa seseorang karena membawa pahala tauhid yang sempurna (tidak menyekutukan Allah sedikitpun juga, baik syirik kecil, apalagi syirik akbar)
Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
يُصَاحُ بِرَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُؤُوسِ الْخَلاَئِقِ ، فَيُنْشَرُ لَهُ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ سِجِلاًّ، كُلُّ سِجِلٍّ مَدَّ الْبَصَرِ
“Pada hari kiamat dipanggillah seseorang dari umatku di hadapan seluruh khalayak, lalu dibeberkan kepadanya 99 lembaran catatan amal. Setiap lembaran tersebut (besarnya/panjangnya-pen) sejauh mata memandang.
ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : هَلْ تُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا ؟ فَيَقُولُ : لاَ ، يَا رَبِّ
Kemudian Allah Azza wa Jalla berkata kepadanya, “Apakah ada sesuatu yang engkau ingkari dari catatan-catatan ini?”, ia berkata, “Tidak wahai Robku”.
فَيَقُولُ : أَظَلَمَتْكَ كَتَبَتِي الْحَافِظُونَ ؟ فَيَقُولُ : لاَ
Allah berkata, “Apakah para malaikat pencatat amal telah menzolimi engkau (karena salah mencatat-pen)?”, ia berkata, “Tidak”.
ثُمَّ يَقُولُ : أَلَكَ عُذْرٌ ، أَلَكَ حَسَنَةٌ ؟ فَيُهَابُ الرَّجُلُ ، فَيَقُولُ : لاَ . فَيَقُولُ : بَلَى ، إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَاتٍ ، وَإِنَّهُ لاَ ظُلْمَ عَلَيْكَ الْيَوْم
Allah berkata, “Apakah engkau punya udzur?, apakah engkau memiliki kebaikan?”. Maka iapun menjadi takut dan berkata, “Tidak”. Allah berkata, “Bahkan engkau memiliki kebaikan-kebaikan di sisi Kami, dan engkau tidak akan didzolimi pada hari ini”.
فَتُخْرَجُ لَهُ بِطَاقَةٌ فِيهَا : أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، قَالَ : فَيَقُولُ : يَا رَبِّ مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ ، مَعَ هَذِهِ السِّجِلاَّتِ ؟ فَيَقُولُ : إِنَّكَ لاَ تُظْلَمُ
Maka dikeluarkanlah baginya sebuah kartu yang terdapat tulisan أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. Iapun berkata, “Wahai Tuhanku apa nilainya kartu ini dibandingkan lembaran-lembaran catatan-catatan amal tersebut?”. Allah berkata, “Engkau tidak akan didzolimi”.
فَتُوضَعُ السِّجِلاَّتُ فِي كِفَّةٍ ، وَالْبِطَاقَةُ فِي كِفَّةٍ ، فَطَاشَتِ السِّجِلاَّتُ ، وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ
Maka diletakkanlah lembaran-lembaran catatan amal tersebut di daun timbangan dan diletakkan juga kartu tersebut di daun timbangan yang satunya maka ringanlah lembaran-lembaran tersebut dan lebih berat kartu tersebut”
(HR Imam Ahmad dalam musnadnya 11/571 no 6994, At-Thirmidzi no 2639, dan Ibnu Maajah no 4300; copas dari ustadz firanda)
Berkata Syaikhul Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
Kondisi seperti ini (yaitu diampunkan seluruh dosanya, az) adalah kondisi orang yang mengucapkan syahaadat dengan ikhlas dan sungguh-sungguh sebagaimana yang diucapkan oleh orang ini. Karena para pelaku dosa besar yang masuk dalam neraka semuanya juga mengucapkan Laa ilaaha illaallaah”
(Minhaajus Sunnah An-Nabawiyyah 6/219; kutip dari ust firanda)
Diampunkannya dosa seseorang karena ikhlashnya ia menjauhkan duri ditengah jalan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِى بِطَرِيقٍ وَجَدَ غُصْنَ شَوْكٍ عَلَى الطَّرِيقِ فَأَخَّرَهُ ، فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ ، فَغَفَرَ لَهُ
“Tatkala ada seseorang berjalan di sebuah jalan maka ia mendapati dahan berduri di tengah jalan, maka iapun manjauhkan dahan tersebut maka Allahpun membalasnya dan memaafkan dosa-dosanya1
(HR Al-Bukhari no 652 dan Muslim no 1914; copas dari ust firanda)
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
“Wanita (pezina) ini memberi minum kepada seekor anjing dengan keimanan yang murni yang terdapat dalam hatinya maka iapun diampuni (oleh Allah), tentu saja TIDAK SEMUA pezina yang memberi minum kepada seekor anjing maka akan diampuni.
Demikian pula lelaki yang menjauhkan dahan berduri dari tengah jalan, tatkala itu ia melakukannya dengan keimanan yang murni dan keikhlasan yang memenuhi hatinya, karenanya iapun diampuni.
Karena sesungguhnya amalan-amalan bertingkat-tingkat sesuai dengan kadar keimanan dan keikhlasan yang ada di hati.
Sesungguhnya ada dua orang yang berdiri dalam satu shaf sholat akan tetapi pahala sholat mereka jauh berbeda antara satu dengan yang lainnya seperti jauhnya jarak antara langit dan bumi.
Dan TIDAK SEMUA orang yang memindahkan dahan berduri dari tengah jalan otomatis diampuni dosa-dosanya [yaitu hanya orang-orang yang pada amalnya terdapat kesempurnaan ikhlash, sehingga ia diampuni dosanya,