Selasa, 03 Februari 2015

DIANTARA KEUTAMAAN MEMBACA AL-QUR’AN

1. Orang yang mempelajari, mengajarkan, dan mengamalkan Al-Qur`an termasuk insan yang terbaik, bahkan ia akan menjadi Ahlullah (keluarga Allah). Rasulullah Shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda.
Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkanya” [HR Bukhari]

Ahli Al-Qur`an adalah Ahlullah dan merupakan kekhususan baginya [HR. An-Nasa`i, Ibnu Majah, Al-Hakim]

2. Mendapatkan Syafaat dari Al-Qur`an pada hari kiamat.
Bacalah Al-Qur`an, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat memberikan syafaat bagi pembacanya”. [HR. Muslim] 

Ahlul Qur’an atau Shahibul Qur’an adalah orang yang membaca (mempelajari) Al- Qur’an dan mengamalkan hukum-hukumnya serta beradab dengan adab-adabnya.

3. Shahibul Qur`an akan memperoleh ketinggian derajat disurga.
Dikatakan kepada Shahibul Qur`an (di akhirat): “Bacalah Al-Qur`an dan naiklah ke surga serta tartilkanlah (bacaanmu) sebagai mana engkau tartilkan sewaktu di dunia. Sesungguhnya kedudukan dan tempat tinggalmu (di surga) berdasarkan akhir ayat yang engkau baca”. [HR. Imam Tirmidzi, Abu Dawud]

4. Orang yang membaca Al-Qur`an akan mendapatkan pahala yang berlipat-lipat.

Firman Allah Azza wa Jalla.
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karuniaNya. [Al-Fathir:29-30]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah (Al-Qur`an) maka dia akan memperoleh satu kebaikan dan satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang semisalnya. Saya tidak mengatakan (الم) itu satu huruf, akan tetapi (ا) satu huruf dan (ل) satu huruf seta (م) satu huruf”. [HR. At-Tirmidzi, Ad-Darimi dan lainya].

Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Orang yang Mahir membaca Al-Qur`an akan bersama para Malaikat yang Mulia, sedangkan orang yang membaca (Al-Qur`an) dengan terbata-bata dan mengalami kesulitan dalam membacanya, maka dia akan mendapatkan dua pahala. [HR. Muslim]

5. Sakinah (ketenangan) dan rahmat serta keutamaan akan diturunkan kepada orang-orang yang berkumpul untuk membaca Al-Qur`an.
Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah Azza wa Jalla untuk membaca Kitabullah (Al-Qur`an) dan mereka saling mempelajarinya kecuali sakinah (ketenangan) akan turun kepada mereka, majlis mereka penuh dengan rahmat dan para malaikat akan mengelilingi (majlis) mereka serta Allah akan menyebutkan mereka (orang yang ada dalam majlis tersebut) di hadapan para malaikat yang di sisi-Nya. [HR. Muslim]

6. Bacaan Al-Qur`an merupakan “Hilyah” (perhiasan) bagi Ahlul Iman (orang-orang yang beriman).
Perumpamaan orang mu`min yang membaca Al-Qur`an laksana buah “Al-Utrujah” (semacam jeruk manis) yang rasanya lezat dan harum aromanya, dan perumpamaan orang mu`min yang tidak membaca Al-Qur`an ibarat buah “At-Tamr” (kurma) rasanya lezat dan manis namun tidak ada aromanya, dan perumpamaan orang munafiq yang membaca Al-Qur`an ibarat “Ar-Raihanah” (sejenis tumbuhan yang harum) semerbak aromanya (wangi) namun pahit rasanya, dan perumpamaan orang munafiq yang tidak membaca Al-Qur`an ibarat buah “Al-Handhalah” (nama buah) rasanya pahit dan baunya tidak sedap”. [HR. Bukhari, Muslim dari Abi Musa Al-Asy`ary Radhiyallahu ‘anhu].

Dan diriwayatkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengibaratkan bagi orang mukmin yang tidak pernah membaca Al-Qur`an (tidak ada bacaan Al-Qur`an didadanya) ibarat rumah yang tak berpenghuni; gelap, kotor, seolah-olah akan roboh.

Sesungguhnya orang yang di dalam dadanya (hatinya) tidak ada bacaan Al-Qur`an (yakni tidak memiliki hafalannya) ibarat sebuah rumah yang hendak roboh. [HR. At-Tirmidzi]

7. Orang yang berhak menjadi imam shalat adalah orang yang paling banyak hafalan Al-Qur`an dan luas pengetahuannya terhadap ilmu-ilmu Al-Qur`an.
Orang yang paling berhak menjadi imam (dalam shalat) adalah orang yang paling pandai membaca Al-Qur`an. [HR. Muslim]

8. Boleh hasad kepada orang yang ahli Al-Qur`an dan mengamalkannya.
Tidak boleh hasad kecuali kepada dua orang : (1) Seseorang yang dikaruniai Al-Qur`an oleh Allah Ta’ala, kemudian ia melaksanakannya, di waktu siang maupun malam. (2) Seseorang yang dikaruniai harta oleh Allah kemudian ia bershadaqah dengannya di waktu siang maupun malam. [HR. Muslim]

Yang dimaksud adalah ghibthah, yaitu: menginginkan kebaikan seorang tanpa menginginkan hilangnya dari orang tersebut-Red

9. Membaca dan memahami Al-Qur`an tidak bisa disamai oleh kemewahan harta duniawi.
Tidakkah salah seorang di antara kamu berangkat ke masjid untuk mengetahui atau membaca dua ayat dari Kitabullah lebih baik baginya daripada dua onta, dan tiga (ayat) lebih baik baginya dari pada tiga (onta), dan empat (ayat) lebih baik baginya dari pada empat (onta), begitu seterusnya sesuai dengan jumlah (ayat lebih baik) dari onta. [HR. Muslim dari ‘Uqbah bin Amir]

10. Tilawah Al-Qur`an akan dapat melembutkan hati bagi pembacanya atau orang yang mendengarkanya dengan baik.

11. Kedua orang tua akan dihiasi dengan mahkota pada hari kiamat.
Barangsiapa membaca Al-Qur`an dan mengamalkannya, maka pada hari kiamat, akan dipakaikan kepada kedua orang tuanya sebuah mahkota yang berkilau, yang sinarnya lebih baik dari sinar mentari, maka keduanya berkata: “Mengapa kami diberi mahkota ini? Maka dikatakan: “Karena anakmu mengambil (membaca dan mengamalkannya) Al-Qur`an”. [HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Al-Hakim]

Lima Amalan Ketika Mendengar Adzan

Ada lima amalan yang semestinya diamalkan ketika mendengar azan. Apa saja itu?

Lima amalan tersebut telah disebutkan oleh Ibnul Qayyim sebagai berikut:
(1) mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh muadzin.

(2) bershalawat pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Allahomi sholli ‘ala Muhammad atau membaca shalawat ibrahimiyyah seperti yang dibaca saat tasyahud.

(3) minta pada Allah untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wasilah dan keutamaan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah:Allahumma robba hadzihid da’watit taammah wash sholatil qoo-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda alladzi wa ‘adtah …

(4) membaca: Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu laa syarika lah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh, radhitu billahi robbaa wa bi muhammadin rosulaa wa bil islami diinaa, sebagaimana disebutkan dalam hadits Sa’ad bin Abi Waqqash.

(5) memanjatkan doa sesuai yang diinginkan. (Lihat Jalaa-ul Afham hal. 329-331)
Dalil untuk amalan nomor satu sampai dengan tiga disebutkan dalam hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Jika kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan oleh muadzin. Kemudian bershalawatlah untukku. Karena siapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat padanya (memberi ampunan padanya) sebanyak sepuluh kali. Kemudian mintalah wasilah pada Allah untukku. Karena wasilah itu adalah tempat di surga yang hanya diperuntukkan bagi hamba Allah, aku berharap akulah yang mendapatkannya. Siapa yang meminta untukku wasilah seperti itu, dialah yang berhak mendapatkan syafa’atku.” (HR. Muslim no. 384).

Adapun meminta wasilah pada Allah untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamdisebutkan dalam hadits dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa mengucapkan setelah mendengar adzan ‘allahumma robba hadzihid da’watit taammah wash sholatil qoo-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda alladzi wa ‘adtah’ [Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini (dakwah tauhid), shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang tinggi), dan fadilah (kedudukan lain yang mulia). Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqom (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan padanya], maka dia akan mendapatkan syafa’atku kelak.” (HR.Bukhari no. 614 )

Ada juga amalan sesudah mendengarkan azan jika diamalkan akan mendapatkan ampunan dari dosa. Dari Sa’ad bin Abi Waqqash, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Siapa yang mengucapkan setelah mendengar azan: Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu laa syarika lah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh, radhitu billahi robbaa wa bi muhammadin rosulaa wa bil islami diinaa (artinya: aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, aku ridha sebagai Rabbku, Muhammad sebagai Rasul dan Islam sebagai agamaku), maka dosanya akan diampuni.” (HR. Muslim no. 386)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bahwa seseorang pernah berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya muadzin selalu mengungguli kami dalam pahala amalan. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Ucapkanlah sebagaimana disebutkan oleh muadzin. Lalu jika sudah selesai kumandang azan, berdoalah, maka akan diijabahi (dikabulkan).” (HR. Abu Daud no. 524 dan Ahmad 2: 172. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Artinya, doa sesudah azan termasuk di antara doa yang diijabahi.

Setelah menyebutkan lima amalan di atas, Ibnul Qayyim berkata, “Inilah lima amalan yang bisa diamalkan sehari semalam. Ingatlah yang bisa terus menjaganya hanyalah as saabiquun, yaitu yang semangat dalam kebaikan.” (Jalaa-ul Afham, hal. 333).

Mari kita amalkan walaupun sederhana, yang penting rutin dan istiqamah. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Bahkan dosa besar pun dapat terhapuskan! Berkata Imaam ibnu Rajab rahimahullaah:

“Jika sempurna tauhid seorang hamba dan keikhlasannya kepada Allah dalam tauhidnya serta ia memenuhi seluruh persyaratan tauhid dengan hatinya dan lisannya serta anggota tubuhnya, atau hanya dengan hatinya dan lisannya tatkala akan meninggal maka hal itu akan mendatangkan pengampunan terhadap seluruh dosa yang telah lalu dan akan mencegahnya sehingga sama sekali tidak masuk neraka”

(Jaami’ul Uluum wal Hikam hal 398; kutip dr ust firanda)

Berkata Syaikhul Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah

“Tidaklah semua hasanah (kebaikan) akan menghapuskan SELURUH sayyiah (keburukan), akan tetapi terkadang menghapuskan dosa-dosa kecil dan terkadang menghapuskan dosa-dosa besar ditinjau dari keseimbangannya (yaitu apakah hasanah tersebut nilainya besar seimbang dengan nilai dosa tersebut?-pen). Satu jenis amalan terkadang dikerjakan oleh seseorang dengan model yang sempurna keikhlasannya dan peribadatannya kepada Allah maka dengan sebab tersebut Allah mengampuni dosa-dosa besarnya.

(Minhaajus Sunnah An-Nabawiyyah 6/219; kutip dari ust firanda)

Berkata Imam Ibnul Qayyim rahimahullaah:

“Amal-amal yang menghapus dosa ini terbagi menjadi tiga tingkatan:

- Yang pertama tidak mampu menghapus dosa-dosa kecil karena lemahnya amal tersebut dan lemahnya keikhlasan pelakunya serta tidak maksimal menjalankan hak-hak amal tersebut. Amal semacam ini semisal obat yang lemah sehingga tidak mampu melawan penyakit dari segi kualitas maupun kuantitas penyakit.

- Yang kedua, amal-amal yang mampu melawan dosa kecil namun belum bisa menghapus satupun dosa besar.

- Sedangkan yang ketiga adalah amal-amal yang punya kekuatan untuk menghapus dosa-dosa kecil dan masih punya sisa kekuatan untuk menghapus sebagian dosa besar.

Renungkan baik-baik tiga tingkatan amal ini karena merenungkannya bisa menghapus berbagai ketidakjelasan.”

(Al Jawab asy Syafi’i, karya Ibnul Qayyim 1/87; kutip dari muslim.or.id)

Diampunkannya dosa seorang pezina karena keikhlashan amalnya

Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

بَيْنَمَا كَلْبٌ يُطِيفُ بِرَكِيَّةٍ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ إِذْ رَأَتْهُ بَغِيٌّ مِنْ بَغَايَا بَنِي إِسْرَائِيلَ

“Tatkala ada seekor anjing yang hampir mati karena kehausan berputar-putar mengelilingi sebuah sumur yang berisi air, tiba-tiba anjing tersebut dilihat oleh seorang wanita pezina dari kaum bani Israil…

فَنَزَعَتْ مُوقَهَا فَسَقَتْهُ فَغُفِرَ لَهَا بِهِ

maka wanita tersebut melepaskan khufnya (sepatunya untuk turun ke sumur dan mengisi air ke sepatu tersebut-pen) lalu memberi minum kepada si anjing tersebut. Maka Allah pun mengampuni wanita tersebut karena amalannya itu”

(HR Al-Bukhari no 3467 dan Muslim no 2245; copas dari ustadz firanda)

Ibnul Qoyyim berkata,

“Apa yang ada di hati wanita pezina yang melihat seekor anjing yang sangat kehausan hingga menjilat-jilat tanah. Meskipun tidak ada alat, tidak ada penolong, dan tidak ada orang yang bisa ia nampakkan amalannya, namun tegak di hatinya (tauhid dan keikhlasan-pen) yang mendorongnya untuk turun ke sumur dan mengisi air di sepatunya, dengan tanpa mempedulikan bisa jadi ia celaka, lalu membawa air yang penuh dalam sepatu tersebut dengan mulutnya agar memungkinkan dirinya untuk memanjat sumur. Salain itu, tawadhu’ wanita pezina ini terhadap makhluk yang biasanya dipukul oleh manusia. Lalu iapun memegang sepatu tersebut dengan tangannya lalu menyodorkannya ke mulut anjing tanpa ada rasa mengharap sedikitpun dari anjing adanya balas jasa atau rasa terima kasih. Maka sinar tauhid yang ada di hatinya tersebut pun membakar dosa-dosa zina yang pernah dilakukannya, maka Allah pun mengampuninya”

(Madaarijus Saalikiin 1/280-281; copas dari ustadz firanda)

Diampunkannya dosa seseorang, dan bahkan DIMASUKKAN KEDALAM SURGA, karena ke-ikhlash-an amalannya

Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam:

بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِى بِطَرِيقٍ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَوَجَدَ بِئْرًا فَنَزَلَ فِيهَا فَشَرِبَ

“Tatakala seseorang sedang menyusuri sebuah jalan dalam keadaan haus yang sangat amat, maka iapun mendapati sebuah sumur. Iapun turun ke dalam sumur tersebut lalu minum, lalu keluar dari sumur tersebut.

ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ الْعَطَشِ فَقَالَ الرَّجُلُ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنَ الْعَطَشِ مِثْلُ الَّذِى كَانَ بَلَغَ مِنِّى

Tiba-tiba ia melihat seekor anjing sedang menjilat-jilat tanah karena kehausan. Maka iapun berkata : ‘Anjing yang sangat kehuasan sebagaimana haus yang aku rasakan.’

فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلأَ خُفَّهُ مَاءً ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ حَتَّى رَقِىَ فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ

Maka iapun turun ke dalam sumur lalu mengisi sepatunya dengan air kemudian ia memegang sepatu dengan mulutnya hingga akhirnya ia memanjat dinding sumur lalu iapun memberi minum anjing tersebut. Maka Allahpun membalas jasanya dan mengampuni dosa-dosanya”

(Muslim no 2244; copas dari ust firanda)

Dalam lafazh yang lain:

فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَأَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ

“Maka Allahpun membalas jasanya lalu memasukannya ke dalam surga”

(HR Al-Bukhari no 173)

Diampunkannya dosa seseorang karena membawa pahala tauhid yang sempurna (tidak menyekutukan Allah sedikitpun juga, baik syirik kecil, apalagi syirik akbar)

Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

يُصَاحُ بِرَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُؤُوسِ الْخَلاَئِقِ ، فَيُنْشَرُ لَهُ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ سِجِلاًّ، كُلُّ سِجِلٍّ مَدَّ الْبَصَرِ

“Pada hari kiamat dipanggillah seseorang dari umatku di hadapan seluruh khalayak, lalu dibeberkan kepadanya 99 lembaran catatan amal. Setiap lembaran tersebut (besarnya/panjangnya-pen) sejauh mata memandang.

ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : هَلْ تُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا ؟ فَيَقُولُ : لاَ ، يَا رَبِّ

Kemudian Allah Azza wa Jalla berkata kepadanya, “Apakah ada sesuatu yang engkau ingkari dari catatan-catatan ini?”, ia berkata, “Tidak wahai Robku”.

فَيَقُولُ : أَظَلَمَتْكَ كَتَبَتِي الْحَافِظُونَ ؟ فَيَقُولُ : لاَ

Allah berkata, “Apakah para malaikat pencatat amal telah menzolimi engkau (karena salah mencatat-pen)?”, ia berkata, “Tidak”.

ثُمَّ يَقُولُ : أَلَكَ عُذْرٌ ، أَلَكَ حَسَنَةٌ ؟ فَيُهَابُ الرَّجُلُ ، فَيَقُولُ : لاَ . فَيَقُولُ : بَلَى ، إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَاتٍ ، وَإِنَّهُ لاَ ظُلْمَ عَلَيْكَ الْيَوْم

Allah berkata, “Apakah engkau punya udzur?, apakah engkau memiliki kebaikan?”. Maka iapun menjadi takut dan berkata, “Tidak”. Allah berkata, “Bahkan engkau memiliki kebaikan-kebaikan di sisi Kami, dan engkau tidak akan didzolimi pada hari ini”.

فَتُخْرَجُ لَهُ بِطَاقَةٌ فِيهَا : أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، قَالَ : فَيَقُولُ : يَا رَبِّ مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ ، مَعَ هَذِهِ السِّجِلاَّتِ ؟ فَيَقُولُ : إِنَّكَ لاَ تُظْلَمُ

Maka dikeluarkanlah baginya sebuah kartu yang terdapat tulisan أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. Iapun berkata, “Wahai Tuhanku apa nilainya kartu ini dibandingkan lembaran-lembaran catatan-catatan amal tersebut?”. Allah berkata, “Engkau tidak akan didzolimi”.

فَتُوضَعُ السِّجِلاَّتُ فِي كِفَّةٍ ، وَالْبِطَاقَةُ فِي كِفَّةٍ ، فَطَاشَتِ السِّجِلاَّتُ ، وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ

Maka diletakkanlah lembaran-lembaran catatan amal tersebut di daun timbangan dan diletakkan juga kartu tersebut di daun timbangan yang satunya maka ringanlah lembaran-lembaran tersebut dan lebih berat kartu tersebut”

(HR Imam Ahmad dalam musnadnya 11/571 no 6994, At-Thirmidzi no 2639, dan Ibnu Maajah no 4300; copas dari ustadz firanda)

Berkata Syaikhul Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:

Kondisi seperti ini (yaitu diampunkan seluruh dosanya, az) adalah kondisi orang yang mengucapkan syahaadat dengan ikhlas dan sungguh-sungguh sebagaimana yang diucapkan oleh orang ini. Karena para pelaku dosa besar yang masuk dalam neraka semuanya juga mengucapkan Laa ilaaha illaallaah”

(Minhaajus Sunnah An-Nabawiyyah 6/219; kutip dari ust firanda)

Diampunkannya dosa seseorang karena ikhlashnya ia menjauhkan duri ditengah jalan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِى بِطَرِيقٍ وَجَدَ غُصْنَ شَوْكٍ عَلَى الطَّرِيقِ فَأَخَّرَهُ ، فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ ، فَغَفَرَ لَهُ

“Tatkala ada seseorang berjalan di sebuah jalan maka ia mendapati dahan berduri di tengah jalan, maka iapun manjauhkan dahan tersebut maka Allahpun membalasnya dan memaafkan dosa-dosanya1

(HR Al-Bukhari no 652 dan Muslim no 1914; copas dari ust firanda)

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

“Wanita (pezina) ini memberi minum kepada seekor anjing dengan keimanan yang murni yang terdapat dalam hatinya maka iapun diampuni (oleh Allah), tentu saja TIDAK SEMUA pezina yang memberi minum kepada seekor anjing maka akan diampuni.

Demikian pula lelaki yang menjauhkan dahan berduri dari tengah jalan, tatkala itu ia melakukannya dengan keimanan yang murni dan keikhlasan yang memenuhi hatinya, karenanya iapun diampuni.

Karena sesungguhnya amalan-amalan bertingkat-tingkat sesuai dengan kadar keimanan dan keikhlasan yang ada di hati.

Sesungguhnya ada dua orang yang berdiri dalam satu shaf sholat akan tetapi pahala sholat mereka jauh berbeda antara satu dengan yang lainnya seperti jauhnya jarak antara langit dan bumi.

Dan TIDAK SEMUA orang yang memindahkan dahan berduri dari tengah jalan otomatis diampuni dosa-dosanya [yaitu hanya orang-orang yang pada amalnya terdapat kesempurnaan ikhlash, sehingga ia diampuni dosanya,